Rabu, 12 Februari 2014

"PUASA YANG SEJATI" Yesaya 58: 1-12.

"Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" Yesaya 58:3a Pembukaan: PUASA YANG SEJATI. Nabi Yesaya bin Amos secara serius mengingatkan umat Yehuda agar kembali bertobat kepada TUHAN karena selama ini mereka mengalami kemerosotan moral yang hebat. Untuk itu ia bernubuat dengan suara lantang bagaikan sangkakala (58:1). Kondisinya semakin parah karena umat Allah (Yehuda) rupanya jatuh pada penghayatan agama yang legalistic – formalistic (mengutamakan formalitas sesuai dengan aturan/hukum agama yang berlaku), namun secara hakiki mereka jauh dari Allah (ay.2). Yesaya menegaskan bahwa PUASA yang tidak dilandasi oleh spiritualitas yang benar adalah sia-sia belaka (ay.3-4 "Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi) Khotbah: Puasa yang dikehendaki Allah adalah “merendahkan diri” dan “mewujudkan keadilan” kepada sesama (ay.6) ,mewujudkan “cinta kasih” dan kepedulian kepada sesama terutama kepada mereka yang menderita (ay.7). Bila hal itu dilakukan maka ada berkat TUHAN yang pasti diterima, yaitu: • Ada pengharapan di tengah kesesakan dan pergumulan (ay. 8, 10) • Ada relasi yang baik dengan Tuhan (ay. 9) • Ada pengharapan di dalam Tuhan (ay. 10) • Ada pertolongan Tuhan (ay. 11) • Ada jaminan keberhasilan (ay. 12, 14) Dari uraian tsb., kita bisa menarik kesimpulan bahwa PUASA bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum. Puasa juga bukan sekedar memenuhi Hukum Agama. Namun lebih dari itu semua bahwa Puasa adalah kesediaan untuk bertobat/merendahkan diri di hadapan Allah yang ditandai dengan mewujudkan keadilan, cinta kasih dan kepeduliaan terhadap sesama manusia. Banyak orang berpuasa karena suatu tujuan tertentu. Namun ada yang berpuasa hanya karena terpaksa atau karena kewajiban yang harus dijalankan. Tapi pada intinya orang berpuasa selalu mempunyai tujuan agar mendapatkan sesuatu yang dia doakan karena merasa tidak cukup bila berdoa saja; mungkin juga karena terlalu beratnya pergumulan yang dihadapi sehingga perlu disertai puasa. Puasa adalah sesuatu yang kita lakukan sebagai bentuk merendahkan diri di hadapan Tuhan, memohon pertolonganNya. Puasa bukan sekedar menahan lapar dan dahaga saja tapi juga nafsu kedagingan kita. Seringkali kita tidak mengerti arti berpuasa yang sebenarnya, sehingga tidak jarang puasa yang kita lakukan itu menjadi sia-sia. Kita menjalankan puasa agar beroleh pujian dari orang lain, supaya kelihatan kita ini rohani. Dalam Matius 6:16 dikatakan, "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." Hal lain yang membuat puasa kita menjadi percuma adalah apabila dalam hidup kita belum ada pemberesan dengan Tuhan, yaitu kita masih menyembunyikan dosa. Inilah yang menjadi penghalan hubungan kita dengan Tuhan sehingga puasa kita 'tidak sampai' kepadaNya. Ada tertulis"...yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:2). Selain itu, selama berpuasa hati kita masih dipenuhi kekuatiran, sehingga kita sendiri tidak yakin akan pertolongan Tuhan setelah puasa yang kita lakukan sekian lama seolah-olah tidak memberi hasil yang diharapkan. Akhirnya kita mereka-reka jalan sendiri dan mencari jalan pintas! Kita sendiri yang membatasi kuasaNya bekerja hingga puasa kita pun percuma, padahal "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:9). Tanpa pertobatan dan penyerahan penuh kepada Tuhan, puasa kita tidak akan membawa hasil. Kesimpulan: Dunia Membutuhkan Kebenaran dan Kasih Yesaya 58:1-12 membicarakan bahwa Allah menuntun agar umat memperbaiki sikap dan perbuatan mereka yang tidak peduli, bahkan cenderung menindas sesamanya yang miskin/lemah. Sesudah itu barulah kemudian Allah akan memberkati umat-Nya. Senada dengan seruan nabi Yesaya, Mazmur 112:1-10 juga memanggil umat untuk hidup benar (takut akan Tuhan). Hanya dengan itulah mereka akan bahagia, dan akan mendapat “berkat”. Berkat yang melebihi kekayaan materi, yaitu kekayaan rohani. 1 Korintus 2:13-16 membahas hal yang bersifat teologis, yaitu tentang manusia duniawi dan manusia rohani (mengetahui pikiran Kristus). Menurut Paulus bahwa manusia rohani pasti meninggalkan perbuatan-perbuatan duniawi; kecemaran, pertengkaran, keegoisan, perpecahan dan sebagainya, dan berusaha menjadi manusia rohani yang berfokus pada Kristus, yang melakukan perbuatan terang. Matius 5:13-20 Yesus menuntut orang-orang percaya (gereja) untuk berfungsi sebagaimana hakikatnya, yaitu melakukan perbuatan yang benar dan perbuatan kasih. Melalui keempat bacaan ini, kita dapat menemukan sebuah pesan yang sangat jelas tentang pentingnya kita berbuat benar, berbuat kasih; peduli akan keselamatan sesama manusia. Itulah kesalehan hidup yang mendatangkan berkat, “Kesalehan” dengan melakukan ritual agama beserta peraturan-peraturan agama adalah hal yang penting. Tetapi yang dibutuhkan dunia saat ini adalah pengikut Kristus yang berfungsi sebagai garam dan terang, melakukan kebenaran dan kasih. Amin

Tidak ada komentar: